Etlago Mi Amigo, Buletin WALHI NTT Berisi Catatan Advokasi Lingkungan

Anonim

Etlago Mi Amigo, Buletin WALHI NTT  Berisi Catatan Advokasi Lingkungan

Wartawan Warta Pers Biro Kupang Esshy Charmelia bersama sejumlah wartawan pose bersama Direktur WALHI NTT


KUPANG||WARTAPERS.COM - Buletin itu menulis tentang keadilan ekologis dan catatan advokasi lingkungan hidup yang dimulai dari temuan kontaminasi mikroplastik Kota Kupang, dugaan maladministrasi akibat kebakaran dan juga limbah medis di TPA Alak serta pencemaran lingkungan di PLTU Ropa Ende. Bahkan pada wajah utama sampulnya tertulis kalimat menggelitik, ironis penuh tantangan tentang NTT yang dikonotasikan sebagai “Nusa Tekun Terkotor”.  Semuanya terakomodir dalam satu tubuh berwajah Etlago Mi Amigo yang berarti berarti kepunyaan. Itulah sosok “Etlago Mi Amigo” Buletin yang diterbitkan WALHI NTT edisi Maret 2023 yang merangkai serpihan kisah advokasi Walhi NTT sejak Januari hingga Maret 2023.  

 

Buletin Etlago Mi Amigo setebal  25 itu memiliki karakteristik berbeda, dimana terdapat desain cover dan isi dalam yang cenderung menguliti sejumlah  temuan terutama tentang perairan, khususnya menguji kontaminasi mikroplastik perairan Kota Kupang. Demikian juga pada halaman tertentu, terdapat sajian kerja nyata WALHI NTT berupa pendampingan terhadap warga Alak  yang diduga mengalami maladministrasi akibat kebakaran TPA Alak beberapa waktu lalu. Selain itu di buletin ini juga merekam hasil temuan WALHI NTT atas limbah medis yang dibuang di TPA Alak Kota Kupang. Adapun temuan lain yakni pencemaran lingkungan akibat bongkar muat baru bara di dekat PLTU Ropa Kabupaten Ende. 


Bangkalan Kembali Memanas, Di duga gegara Ekor Pilkades Di Desa Tanah Merah Laok


Ketua Divisi Advokasi, Kampanye dan Pengorganisasian Rakyat WALHI NTT Grace Gracellia menyebut Etlago Mi Amigo berarti kepunyaan yang berkonotasi mengembalikan semua kepunyaan yang ada di NTT, terutama alam yang berimplikasi bahwa alam tidak hanya milik seseorang.


"Kami  berupaya menemukan kalimat apa yang pas untuk memberi warna pada napak tilas kami dalam bentuk dokument tertulis dengan menerbitkan bahan bacaan berupa Buletin. Yang kami temuan dari semua unsur Bahasa dalam elemen kehidupan tidak lain dan tidak bukan adalah Etlago Mi Amigo yang berarti kepunyaan. Ibarat kata seperti Cendana itu adalah milik kepunyaan kita, demikian juga adalah Etlago Mi Amigo," demikian Grace saat acara launching buletin di kantor WALHI NTT, Kamis 31 Mei 2023 petang. 


Kehadiran Buletin Etlago Mi Amigo Bagi Grace merupakan bagian awal kerja advokasi WALHI NTT, agar isu  isu lingkungan tetap berkibar dan jangan menjadi kendor, karena praktis semua isi perut dari Buletin itu berkisah tentang cerita nyata kerja WALHI NTT termasuk kehadiran Buletin sebagai sarana informasi dan edukasi bagi masyarakat. WALHI NTT juga, kata Grace, membuka ruang bagi siapapun yang ingin menyalurkan tulisannya mengenai masalah lingkungan dalam buletin terbitan berikut. 


Cafe Kenkaro Menjadi Markas Pemusik Digital, Om Devista Sampang


Grace menerangkan, buletin edisi Maret 2023 ini juga turut mengangkat tema besar menyangkut perempuan merawat keadilan antar generasi, mencegah bencana ekologis. Aspek perempuan ditampilkan karena kerap kali terkena imbas dari sebuah pembangunan. 


"Bukan saja perempuan, ada banyak juga kelompok rentan yang menjadi korban dari pembangunan yang tidak melihat pada aspek lingkungan itu sendiri," sebut Grace. 


Deputi WALHI NTT Yuvensius S. Nonga menambahkan, buletin itu merupakan edisi perdana tahun 2023 setelah sebelumnya WALHI NTT juga selalu menerbitkan bulletin setiap akhir tahun untuk memberi informasi tentang kerja advokasi WALHI NTT di sisi lingkungan. 


“Secara umum tulisan itu mengangkat dua aspek yaitu daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sejauh ini sangat masif merusak lingkungan. Dari sisi kebijakan yang dianalisis dan temuan di lapangan, imbas dari kebijakan itu memberi dampak buruk bagi masyarakat.  Contoh misalkan persoalan sampah. Persoalan sampah itu ketika pemerintah gagal untuk melakukan kebijakan di tingkat daerah yang kemudian bisa menyelesaikan persoalan sampah ini. Kalau kita UU dari sampah, itu jelas soal tanggungjawab produsen," ujar Yuvensius S. Nonga. 


Yuvensius S. Nonga pada kesempatan itu juga mengatakan kadang-kadang kebijakan Nasional maupun daerah yang merambat ke NTT kerap menambah kerentanan. Yuven mencontohkan pulau Flores yang ditetapkan sebagai daerah panas bumi. WALHI menilai kebijakan itu justru menambah kerentanan Pulau Flores. NTT, kata dia, berbasis kepulauan. Dampak perubahan iklim sangat memberi pengaruh ke wilayah kepulauan itu. 

Baginya tiap kebijakan sering kali mengabaikan keberadaan perempuan maupun masyarakat adat. Padahal daya dukung lingkungan juga mewajibkan keterlibatan dari kelompok seperti masyarakat adat dan perempuan.




Pewarta : Sultan Sabatani-Esshy Chatrmelia

Editor: Red

Posting Komentar