Kasus Notasi Obuk Celleng Rawan ke Meja Hukum, ini Undang-undangnya
WARTAPER.COM - Kasus dugaan penjiplakan notasi obuk celleng rawan ke meja hukum. Diketahui pada (7/6) kemarin, Lembata Bantuan Hukum Borneo Nusantara (LBH BN) sudah menerima kuasa dari Rahman Efendi selaku pencipta notasi sekaligus lirik lagu Nasib Force One Buruk, yang diduga notasi lagu tersebut digunakan untuk lagu obuk celleng oleh pihak Selvi.
Menurut data yang berhasil wartapers.com himpun, bahwa surat somasi kedua sudah dilayangkan oleh kuasa hukum pemuda asal Mundar, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada (3/7) kemarin.
Sementara somasi pertama, dilayangkan pada (14/6) kemarin, dimana somasi pertama ini tidak diindahkan oleh pihak yang bersangkutan. Sehingga, apabila somasi kedua juga tidak diindahkan, maka kuasa hukum Rahman Efendi akan menjerat yang bersangkutan ke meja hukum.
"Berangkat dari surat kuasa itu, kami telah melakukan langkah-langkah hukum guna menyelesaikan masalah klien kami," ujar kuasa Hukum Rahman Efendi (Matrosul/Presdir LBH Borneo Nusantara).
Dia membeberkan, sesuai hasil data yang diperoleh oleh LBH Borneo Nusantara, bahwa Rahman Efendi menciptakan lagu berjudul Nasib Force One Buruk pada tahun 2008. Sementara pada 30 Desember 2022 lagu Obuk celleng muncul dengan notasi sama dengan lagu Nasib Force One Buruk milik Rahman Efendi.
"Kata Raman, sebelumnya Selvi dkk melalui kuasa hukumnya mengubungi Rahman Efendi via telepon, meminta maaf dan meminta izin, untuk membawakan lagu obuk celleng dengan notasi Nasib Force One Buruk. Namun pada 12 Mei 2023, pihak Selvi justru mendaftarkan lagu obuk Celleng dengan notasi mirip lagu Nasib Force One Buruk ke HKI, dengan menghilangkan atau tidak menyertakan Rahman Efendi sebagai pencipta notasinya," ungkap Matrosul.
Maka dari itu, LBH BN mengirimi surat somasi (1 dan 2) ke pihak terkait. Maksud dari surat somasi yang dikirim itu, guna penyelesaian secara baik atas kasus notasi tersebut. Sedangkan batas waktu surat somasi itu selama 7 hari dari surat diterima.
Sehingga apabila surat somasi kedua ini tidak diindahkan juga, maka LBH BN akan melaporkan yang bersangkutan ke polisi atas dugaan pelanggaran terhadap hak moral atau hak ekonomi pencipta.
Dia lanjut menguraikan, karena dalam konteks tersebut, yang bersangkutan diduga melakukan pelanggaran sebagaimana undang-undang Hak Cipta (UUHC) pasal 113 ayat (2) dan (3) 2014 (pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta. Dimana dalam ayat 2, pelanggar dapat dipidana paling lama tiga (3) penjara dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta. Sedangkan dalam ayat tiga (3) disebutkan, dapat dipidana paling lama empat (4) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar).
Terkait kasus itu, Rahman Efendi mengaku ingin kasus tersebut cepat selesai, baik secara kekeluargaan maupun secara hukum.
Sekedar diketahui, sebelumnya Faris Meonk (Romli) tidak merespon saat salah satu jurnalis jurnalis mengkonfirmasinya. Serta, dia melimpahkan urusan tersebut ke pengecatannya, namun tidak memberikan petunjuk terkait pengacara yang dimaksud.
Sementara Mukhlas, selaku orang yang juga disebut oleh Rahman Efendi, juga tidak merespon. Yakni pada (20/6) kemarin dia hanya membaca chat konfirmasi dari pewarta melalui WhatsApp-nya. Kemudian setelah di konfirmasi kembali, justru centang 1, bahkan hingga Kamis (6/7/23) ini, WhatsApp Mukhlas masih centang 1.
Berita sebelumnya: Lagu Obuk Celleng Bermasalah, Pencipta Notasinya Bakal Seret ke Ranah Hukum
(Red)