Di Maumere, Nyaris bentrok, pemilik tanah dan pengecara akibat perilaku pengecara.
Maumere, || wartapers.com - Di Maumere kabupaten sikka propinsi Nusa tenggara Timur Kamis 21/08/23 adu mulut terjadi antara pihak keluarga tergugat dan pihak pengadilan negeri.
Keributan dan adu mulut ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan keluarga tergugat atas tindakan yang dilakukan oleh pihak pengadilan negeri Maumere ketika melakukan pengukuran pencocokan tanah di jalan gunung Egon RT 005/RW003 kelurahan kabor kecamatan Alok kabupaten sikka yang dinilai tidak sesuai bukti yang ada.
Kepada media ini Agustinus Babang Parera.( Sebagai keluarga tergugat) menceritakan cerita tanah ini, Tanah ini diserahkan oleh Bartholomeus Bara kepada kakak sepupunya Baltasar Hoing, pada tahun 1962. Dalam perjalanan waktu hingga tahun 1985, kepala badan pertanahan saat itu atas nama Ben Sareng mengesahkan dengan bukti tanda tangan hak kepemilikan tanah perorangan.
Dalam perjalanan adik pemilik dari Bartholomeus Bara yang namanya Aleks Parera menggugat.
Dikatakan Agus, dasar gugatan yang diajukan penggugat atas nama Aleks ini sangat tidak masuk akal karena kepemilikan Tanah di jalan gunung Egon atas nama perorangan adalah Baltasar Hoing.
Namun yang menjadi anehnya penggugat menggugat menggunakan sertifikat nomor 412 yang jelas berlokasi di jalan Nong Meak kelurahan kabor RT004/RW005.
Gugatan atas sertifikat nomor 412 dimenangkan oleh pengadilan negeri Maumere, pengadilan negeri Kupang dan mahkamah agung RI. Hal ini dikatakan Agus, Jelas sangat tidak masuk akal karena berbeda lokasi tergugat saat ini dan berbeda alamat, walaupun satu kelurahan, sementara Tergugat berada di jalan gunung Egon sedangkan lokasi sertifikat penggugat nomor 412 berada di jalan Nong Meak.
Menurut Agus, selanjutnya Pengadilan berdasarkan sertifikat nomor 412 memenangkan penggugat atas nama Aleks Parera namun kami selaku tergugat melakukan protes, karena saat pencocokan yang dilakukan oleh pihak pengadilan dan pihak badan pertanahan Nasional Maumere pada lokasi tanah yang belum ada sertifikatnya, dan tanah ini tertulis dengan sah kepemilikan atas nama Baltasar Hoing berdasarkan keputusan agraria tahun 1985.
Terkait Langkah yang diambil oleh pengadilan negeri Agus dengan jelas menekankan, Drinya bersama keluarga sangat tidak puas karena sebagian tergugat tidak masuk akal karena jelas bertentangan dengan apa yang dimenangkan oleh pengadilan yaitu sertifikat nomor 412.
Oleh karena itu sebagai tergugat meminta harus berdasarkan pada sertifikat nomor 412 dengan luas tanah itu 602 meter persegi, namun yang digugat dan bersertifikat adalah 250 Meter persegi dengan sertifikat nomor 412.
Kami sebagai tergugat kami akan bertahan terus sampai titik darah penghabisan berjuang untuk keadilan dan kebenaran.
Sementara itu terkait adu mulut berujung keributan antara pengacara penggugat dan keluarga tergugat, menurut Agus, jelas keluarga tergugat dan masyarakat dan toko masyarakat yang tahu tentang sejarah tanah, sangat tidak menerimanya.
Satu alasan yang penting adalah sertifikat nomor 412 tidak jelas batasnya, dimana sertifikat itu banyak di rekayasa. Yang jelas ada pada bukti kepemilikan ini.
Terkait dengan polemik ini Agus menjelaskan yang membuat panas situasi keluarga tergugat dan penggugat adalah pengacara Penggugat atas nama Vitalis keko.
Menurut Agus pengacara menggunakan dalil palsu, pengecara jelas mempermainkan hakim. Hal ini, dibenarkan oleh Mardi da Gomez yang juga sebagai saksi kunci dari kasus ini awal persidangan tidak pernah hakim menjelaskan sertifikat nomor 412, dan sertifikat tersebut muncul setelah saksi diperiksa dan menurutnya sertifikat tersebut adalah hasil pencurian penggugat karena sertifikat tersebut atas nama Bartolomeus Bara Parera.
Jadi pengecara sedang membohongi pembuktian perkara persidangan.
Keributan yang terjadi karena dari pengadilan negeri menghendaki adanya pencocokan di lokasi tergugat oleh sebab itu keluarga tergugat sangat tidak menerimanya termasuk dalam masyarakat.
Dengan pengacara penggugat dia mau cuci tangan dia menggunakan untuk minum itu apa di negeri karena dari awal persidangan tidak ada sertifikat yang ditujukannya tapi saat akhir persidangan pengacara menyerahkan sertifikat yang mana adalah tidak sesuai dengan objek yang diperkarakan ini.
Saya katakan bahwa badan pertanahan Nasional tidak mungkin mengeluarkan satu sertifikat di dalam 2 objek yang berbeda. Tutup Agustinus Babang pensiunan ASN kabupaten sikka.
Situasi mulai panas, saat keluarga tergugat menuntut pengacara Penggugat untuk menjelaskan tentang kronologi tersebut. Namun pengacara tetap diam dan tak banyak bicara .
Kepala pengadilan negeri Maumere I Gusti Ayu Akhiryani, SH.,M.H di dampingi staf pengadilan negeri Maumere membacakan sekaligus berkomunikasi sambil mengoreksi.
Pantauan media ini situasi di tempat kejadian sangat panas puluhan personil polres SIKKA dan Brimob Maumere tampak serius mengamankan dinamika yang terjadi.
Pewarta: icha, sultan sabatani
Editor: redaksi