Maumere,|| wartapers.com - Pemecatan sepihak oleh Yayasan Rhema For Indonesia terhadap empat karyawannya, Jaya Perkas, Yakhin Rubertus Koilher, Anastasia Ulina, dan Maria Ermelinda Paji, memicu gelombang protes dan kritik. Keempatnya diberhentikan mendadak pada 2 Desember 2024 tanpa alasan yang jelas dan tanpa kompensasi yang layak, menimbulkan pertanyaan tentang perlakuan yayasan terhadap hak-hak tenaga kerja.
Menurut Jaya Perkas, salah satu karyawan yang diberhentikan, keputusan pemecatan itu dilakukan tanpa peringatan maupun kesempatan untuk membela diri. Ia juga menyebutkan bahwa hak-haknya sebagai pekerja, termasuk pesangon, tidak dipenuhi, padahal kontrak kerja dirinya dan ketiga rekannya yang dimulai pada 15 Maret 2024 masih berlaku hingga 15 Maret 2026. Dengan kata lain, mereka seharusnya masih memiliki sisa kontrak 14 bulan lagi. Namun, mereka justru diberhentikan secara mendadak dan tidak adil.
Jaya menjelaskan bahwa pemecatan dirinya dan teman-temannya diumumkan oleh Yashoda Bishwakarma, warga negara Nepal, atas perintah Rupas Kumar Kuvvarapu, warga negara India. Dugaan sementara menyebutkan pemecatan ini terkait dengan kehadiran para karyawan dalam sebuah pertemuan bersama pembina yayasan. Namun, hingga kini pihak yayasan belum memberikan alasan resmi terkait keputusan tersebut.
"Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip keadilan tenaga kerja. Kami hanya meminta hak kami dipenuhi sesuai undang-undang," tegas Jaya saat diwawancarai, Jumat (6/12/2024).
Jaya dan rekan-rekannya mendesak Yayasan Rhema For Indonesia untuk segera memberikan klarifikasi, memenuhi hak-hak pekerja, dan mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Mereka juga meminta Simpson Rebbavarapu, Presiden Rhema for Asia, serta Kristoforus Ware, Ketua Yayasan Rhema For Indonesia, untuk memastikan pembayaran kompensasi dan pesangon.
"Sebagai lembaga sosial, Yayasan Rhema seharusnya menjadi teladan dalam melindungi hak pekerja. Pemecatan mendadak tanpa prosedur yang jelas sangat tidak etis," ujar Jaya.
Selain itu, mereka berencana membawa kasus ini ke jalur hukum. "Kami tidak ingin hal ini terjadi pada pekerja lain. Kami akan mencari keadilan," tambahnya.
Kasus ini menjadi pengingat bagi lembaga lainnya untuk lebih menghormati hak-hak pekerja dan memastikan transparansi dalam pengambilan keputusan terkait hubungan kerja.
Pemecatan sepihak ini tidak hanya menjadi ujian bagi Yayasan Rhema For Indonesia, tetapi juga menyoroti pentingnya penghormatan terhadap perlindungan tenaga kerja di Indonesia.
Pewarta : sabatani
Editor: redaksi